Friday, 4 December 2009

Berbicara dengan janin

Kalau tidak salah, dalam almanak China anak yang lahir sudah langsung berusia satu tahun. Berarti usia kehamilan yang sembilan bulan sepuluh hari (aturan normalnya) dianggap satu tahun kehidupan.

Sejak dalam kandungan memang hubungan antara orang tua, terutama ibu, sudah terjalin erat dengan bayinya. Berbicara dengan janin adalah salah satu faktor pendukung hubungan yang tercipta itu.

Bulan September 2007, saya menulis untuk wikimu.com "Berbicara dengan Janin, Mungkinkah?" Isinya adalah pengalaman saya berbicara dengan janin dalam kandunganku.

Tulisan itu saya kutip kembali di bawah ini:
Ketika orang ribut berbincang tentang pengaruh lagu-lagu Mozart terhadap janin dan bayi, saya juga termasuk yang mencoba bereksperimen. Janin yang saya kandung saya beri suguhan musik klasik dari Mozart sampai Tchaikovsky (yang saya suka karena temponya lebih cepat). Bukan cuma musik klasik yang menjadi konsumsi calon anak saya tapi juga lagu-lagu versi Perancis dari Anggun C. Sasmi sampai cerita Matilda (Roald Dahl) dalam versi Perancis.

Selain itu saya punya kebiasaan bercakap-cakap dalam hati (kalau keras-keras nanti disangka orang saya gila lagi...) dengan calon anak saya. Salah satu percakapan kami yang saya catat di buku harian saya adalah masalah tanggal lahir. Waktu itu sedang piala dunia sepak bola di Perancis, finalnya persis pada hari kemerdekaan Perancis 14 Juli, lumayan kan kelahiran dia dirayain orang sedunia (padahal yang dirayain tuh final sepak bolanya he..he..he..) Sementara menurut saya tanggal 7 bulan 7 juga unik sebagai tanggal lahir. Ketika tanggal 5 Juli tengah malam saya merasakan kontraksi saya sudah pasrah tanggal berapa saja sang bayi lahir saya terima. Yang terpenting adalah segera menuntaskan kehadirannya di dunia ini. Ternyata bayi saya memilih berhenti dulu, jadilah kontraksi tiba-tiba berhenti dan saya menunggu di ruang Kala I (tempat menunggu persalinan) sambil mendengar kelahiran bayi-bayi lain. Malam tanggal 6 Juli 1998 itu saya diberi obat untuk merangsang kontraksi, setelah ditunggu-tunggu akhirnya pagi dini hari jam 5 lebih (masih nunggu dokter kandungan selesai lari pagi) baru deh bayi saya lahir! Ajaib juga rasanya karena tanggal kelahirannya sudah saya perbincangkan dengan sang janin ketika menulis buku harian beberapa bulan sebelumnya.

Yang agak unik dari hasil eksperimen saya, anak saya cukup suka musik tapi entah kenapa waktu kecil dulu agak alergi bahasa Inggris dan Perancis. Ketika dia masih balita dan saya coba kenalkan dengan dua macam bahasa asing ini dia malah minta belajar bahasa Spanyol! Mungkin karena sering nonton VCD Dora the Explorer, atau bosan dicekokin dua macam bahasa di atas dari sejak masih di perut...

Hal lain yang unik adalah ketika usia kehamilan kurang lebih empat bulan, suami saya ngajak nonton film James Bond di bioskop. Ketika film sedang seru-serunya saya merasa sakit perut yang dashyat. Tapi karena suami tidak ingin meninggalkan film yang sedang seru-serunya jadilah saya menunggu film selesai. Ajaibnya begitu film selesai sakit perut saya juga hilang! Karena baru kehamilan pertama, saya merasa perlu periksa ke dokter. Ternyata saran dokter cuma: "Sementara jangan nonton bioskop dulu deh, mungkin bayi kamu sensitif!". Memang benar ternyata anak pertama saya ini cukup sensitif.

Tanggal kelahiran anak-anak saya cukup antik, kalau yang pertama 7 bulan 7, maka yang kedua dan ketiga lahirnya tanggal 10 bulan 10. Banyak yang mengira saya operasi, padahal sebenarnya lahir normal semua!

Yang kedua dan ketiga memang sama tanggalnya cuma beda lima menit karena mereka kembar. Tapi sebenarnya jatah kelahiran mereka itu bulan November. Hanya kali ini bukan masalah tanggal yang jadi bukti percakapan dengan janin, tapi proses kelahirannya sendiri.

Ketika itu saya sudah 5 hari di rumah sakit, menunggu paru-paru janin saya dimatangkan sambil istirahat total supaya tidak mendorong kontraksi. Kalau orang biasanya diberi infus supaya mendorong kontraksi, maka saya justru diberi infus untuk mencegah kontraksi. Maklum menurut dokter saya seharusnya menunggu minimal 2 minggu lagi.

Ketika kontraksi yang ditunda itu tidak bisa ditahan lagi, dan kondisi bukaan sudah di bukaan sepuluh (waktu untuk si bayi keluar) bayi-bayi saya rebutan ingin keluar sehingga mereka saling adu kepala. Dokter kandungan saya sudah menyerah dan memberi perintah untuk mempersiapkan kamar operasi serta meminta kehadiran dokter anastesi. Saya malah ketakutan akan resiko rasa sakit setelah operasi, belum lagi biaya operasinya akan dihitung dua anak! Aduh, satu-satunya jalan saya mencoba negosiasi dengan anak-anak saya. "Ayo, kamu yang badannya kecilan keluar duluan, kan pasti lebih gampang molos karena kecil. Dan kamu yang lebih besar mengalah dulu, biar yang kecil itu keluar duluan! Cepat ya, jangan sampai keduluan ruang operasi siap!" Setelah itu baru saya berdoa pada Tuhan supaya membantu kami. Beruntung sekali doa saya terkabul, sebelum dokter anastesi tiba,kepala bayi yang beratnya cuma 2,4 kg sudah mulai nongol. Beruntung juga bahwa ada bidan senior yang lewat dan melihat hal ini (situasi saat itu sudah mirip medan perang karena semua orang sibuk mempersiapkan kamar operasi, tidak ada yang memperhatikan saya yang pasien). Bidan ini yang berteriak meminta dokter membatalkan persiapan operasi karena bayi yang adu kepala itu sudah mulai muncul. Akhirnya bayi pertama keluar dibantu dengan alat (sehingga kepalanya sempat agak benjol selama bebarapa bulan), disusul dengan bayi kedua yang beratnya 2,6 kg. (Sekarang bayi yang tadinya lebih kecil malah sudah jauh lebih besar dari kembarannya sehingga terkadang tampak seperti kakak adik biasa saja).

Pengalaman saya bersama anak-anak saya ini memberikan sebuah bukti (walaupun mungkin tidak bisa dianggap ilmiah) betapa komunikasi dengan anak sudah bisa terjalin sejak masih di dalam kandungan. Karena itu penting bagi para calon bapak dan ibu untuk menjaga suasana emosi seorang ibu yang sedang mengandung serta mengajak sang bakal bayi untuk bercakap-cakap. Komunikasi itu sudah ada sejak ia masih janin...


Ternyata sebulan kemudian ada yang menjawab pertanyaan (dari judul artikel saya) dengan artikel burjudul "Janin Bisa Mendengar di Dalam Rahim". Ade Rima Koyansow, sang penulis, malah menyaksikan USG 4 dimensi dimana dokter memberikan permintaan kepada sang janin dan dituruti. Sepenggal dari tulisannya saya kutip:
Memang sebelumnya saya pernah membaca artikel yang berhubungan dengan masalah janin dapat mendengarkan suara ibunya. Tadinya saya pikir biasa-biasa saja.

Tapi setelah saya melihat rekaman USG 4 dimensi di mana terekam janin yang diajak bicara oleh dokter yang sedang memeriksa dan meminta janin tersebut untuk melakukan beberapa permintaan dan ternyata benar-benar direspon oleh janin tersebut.

Saya sampai terbengong-bengong saat mendengarkan perintah dokternya kepada janin tersebut dengan berbicara “ Nak, coba perlihatkan wajah cantikmu…!” Di mana sebelumnya janin tersebut hanya menunduk dan tiba-tiba menyingkirkan tangannya dan mendongakkan kepalanya. Itu perintah pertama, selanjutnya dokter berbicara “ Coba Nak tunjukkan lima jarimu …!” Dengan cepat janin tersebut meregangkan tangan yang sebelumnya dikepal dan melebarkan tangannya. Ya Tuhan… saya sungguh tidak percaya bahwa benar-benar terjadi. Di mana sebelumnya saya hanya membaca artikel saja dan tidak melihat rekaman tersebut. Untuk perintah terakhir dokter meminta untuk mengisap jempolnya sendiri “Nak, coba isap jempolmu !” dan diisaplah jempol tersebut. Lucu sekali melihatnya…


Ajaib juga rasanya mendengar bahwa sang janin sudah mengerti kosa kata dan mengerti serta memenuhi permintaan dokter tersebut. Aku sendiri tidak pernah menggunakan sarana USG 4 dimensi, jadi tidak pernah melihat keajaiban itu. Toh mendengar denyut jantungnya serta merasakan gerakan-gerakannya saja sudah terasa ajaib. Sudahkah anda berbicara dengan buah hati yang sedang bertumbuh dalam kenyamanan rahim seorang ibu?

No comments:

Post a Comment