Monday, 14 December 2009

Keajaiban Anak Pertama

Semua yang pertama kali senantiasa istimewa, begitu juga dengan kehadiran anak pertama. Semua terasa baru, aneh, bahkan mungkin kurang menyenangkan tapi juga ajaib...

Bayangkan seorang calon anak sedang bertumbuh di perutmu. Setiap saat terasa mual, dan hampir setiap pagi muntah, tetapi menurut dokter kandungan justru perasaan mual itu tanda bahwa anak sedang bertumbuh. Yang paling terasa bagiku adalah perasaan mengantuk yang amat sangat, jadi ketika bertahun-tahun kemudian rasa kantuk yang amat sangat ini kembali menyerang saya tahu sudah waktunya membeli alat pemeriksa kehamilan.

Keajaiban lain yang terasa selama mengandung adalah ketulian sementara. Benar, untuk sementara waktu aku menjadi sedikit tuli, budek mungkin istilah yang lebih tepat (entah istilah ini masuk Kamus Besar Bahasa Indonesia atau tidak hehehe...). Ketulian itu mengganggu pekerjaanku, dalam berbicara dengan orang saya harus minta tolong orang mengulang perkataannya dua atau tiga kali, sungguh memalukan! Rasanya ketidak seimbangan itu sangat mengganggu, bila berdiri lama terasa pusing, demikian juga tatkala saya mengendarai mobil. Karena itu ketika memasuki usia kehamilan tujuh bulan, saya terpaksa berhenti sementara dari pekerjaan.

Sempat berobat ke THT, tapi berdasarkan pemeriksaan kondisi telinga saya baik-baik saja. Pesan dokter hanya satu, minum vitamin yang cukup dan bila setelah melahirkan masih terasa tuli baru kembali ke dokter. Ternyata kondisi "tuli" itu memang hanya terjadi selama kehamilan.

Tonjolan-tonjolan tinjunya atau tendangan kaki mungilnya membuat perutku seperti permukaan laut yang bergelora, terkadang menonjol di kiri, terkadang naik di kanan, gepeng ke kiri...gepeng ke kanan.

Kenaikan berat badanku tidak terlalu banyak, 11 kg sudah cukup membuat tubuh senantiasa terasa panas dan semakin besar usia kandungan semakin tidak tahan menahan buang air kecil. Kebetulan saat mengandung itu hampir bersamaan dengan Kris Dayanti (KD) yang mengandung anak pertamanya. Kalau tidak salah kenaikan berat badannya 27 kg...(apa salah ya?!) wah tidak tebayangkan... Saya sering melihatnya dipotret adik saya, jadi tambah terasa betapa ajaib pemberian Tuhan. Sementara saya menjadi setengah "lumpuh" karena "tuli", KD dengan genderang yang lebih besar tetap aktif dalam kegiatannya menyanyi dan pemotretan. Lagu "Timang-timang anakku sayang..." ikut mewarnai masa-masa awal kehadiran anakku. Sayang sekali biduk rumah tangga KD saat ini sudah terburaikan gelombang kehidupan yang memang ganas. Sebenarnya anak adalah perekat dari setiap bahtera, dengan Tuhan yang menjadi jurumudi utama. Terkadang kita melupakan keduanya, dan sibuk berkutat dengan ego dan kebutuhan masing-masing.

Kelahiran putra pertamaku juga terasa ajaib. Pada bukaan delapan tiba-tiba tiada gerakan sama sekali. Selang oksigen sudah sedari tadi menempel di hidungku, sementara dokter juga tidak kunjung hadir. Kehadiran perawat dan bidan yang sangat telaten memberi semangat (bahkan memijatku) membuat penantian yang terasa lama sekali itu tidak terlalu mengerikan. Karena itu dalam memilih rumah bersalin sangat penting untuk memiliki perasaan nyaman dan aman di tangan bidan dan perawat yang membantu persalinan. Ketika bukaan sepuluh tiba tiba-tiba justru kedua pahaku dirapatkan, ternyata dokter kandunganku sudah tiba...jadi menunggu dia menolong kelahiran. Ajaib tentunya melihat anak sebesar 3,3 kg keluar dari dalam perutku melalui lubang kecil yang tidak sesuai dengan ukuran kepalanya. Apalagi kemudian saya tahu bahwa penundaan di bukaan delapan itu adalah akibat sang bayi terlilit tali pusar. Beruntung tidak terjadi kecelakaan fatal, bayiku bisa keluar dengan selamat. Bahkan nilai APGARnya 10/10...Puji Tuhan!

Keajaiban lainnya (yang tentunya merupakan keajaiban untuk semua anak yang lahir) adalah rasa lelah yang sempat terasa, tiba-tiba sirna begitu saja seketika mendengar tangisan bayi yang kencang. Anak yang lahir dengan selamat membuatku bersyukur dan merasakan kedamaian yang nyaman, akupun jatuh tertidur...dan terbangun hanya dengan rasa bahagia untuk kesempatan berjumpa dan mendekap bayiku secara langsung.

Friday, 4 December 2009

Berbicara dengan janin

Kalau tidak salah, dalam almanak China anak yang lahir sudah langsung berusia satu tahun. Berarti usia kehamilan yang sembilan bulan sepuluh hari (aturan normalnya) dianggap satu tahun kehidupan.

Sejak dalam kandungan memang hubungan antara orang tua, terutama ibu, sudah terjalin erat dengan bayinya. Berbicara dengan janin adalah salah satu faktor pendukung hubungan yang tercipta itu.

Bulan September 2007, saya menulis untuk wikimu.com "Berbicara dengan Janin, Mungkinkah?" Isinya adalah pengalaman saya berbicara dengan janin dalam kandunganku.

Tulisan itu saya kutip kembali di bawah ini:
Ketika orang ribut berbincang tentang pengaruh lagu-lagu Mozart terhadap janin dan bayi, saya juga termasuk yang mencoba bereksperimen. Janin yang saya kandung saya beri suguhan musik klasik dari Mozart sampai Tchaikovsky (yang saya suka karena temponya lebih cepat). Bukan cuma musik klasik yang menjadi konsumsi calon anak saya tapi juga lagu-lagu versi Perancis dari Anggun C. Sasmi sampai cerita Matilda (Roald Dahl) dalam versi Perancis.

Selain itu saya punya kebiasaan bercakap-cakap dalam hati (kalau keras-keras nanti disangka orang saya gila lagi...) dengan calon anak saya. Salah satu percakapan kami yang saya catat di buku harian saya adalah masalah tanggal lahir. Waktu itu sedang piala dunia sepak bola di Perancis, finalnya persis pada hari kemerdekaan Perancis 14 Juli, lumayan kan kelahiran dia dirayain orang sedunia (padahal yang dirayain tuh final sepak bolanya he..he..he..) Sementara menurut saya tanggal 7 bulan 7 juga unik sebagai tanggal lahir. Ketika tanggal 5 Juli tengah malam saya merasakan kontraksi saya sudah pasrah tanggal berapa saja sang bayi lahir saya terima. Yang terpenting adalah segera menuntaskan kehadirannya di dunia ini. Ternyata bayi saya memilih berhenti dulu, jadilah kontraksi tiba-tiba berhenti dan saya menunggu di ruang Kala I (tempat menunggu persalinan) sambil mendengar kelahiran bayi-bayi lain. Malam tanggal 6 Juli 1998 itu saya diberi obat untuk merangsang kontraksi, setelah ditunggu-tunggu akhirnya pagi dini hari jam 5 lebih (masih nunggu dokter kandungan selesai lari pagi) baru deh bayi saya lahir! Ajaib juga rasanya karena tanggal kelahirannya sudah saya perbincangkan dengan sang janin ketika menulis buku harian beberapa bulan sebelumnya.

Yang agak unik dari hasil eksperimen saya, anak saya cukup suka musik tapi entah kenapa waktu kecil dulu agak alergi bahasa Inggris dan Perancis. Ketika dia masih balita dan saya coba kenalkan dengan dua macam bahasa asing ini dia malah minta belajar bahasa Spanyol! Mungkin karena sering nonton VCD Dora the Explorer, atau bosan dicekokin dua macam bahasa di atas dari sejak masih di perut...

Hal lain yang unik adalah ketika usia kehamilan kurang lebih empat bulan, suami saya ngajak nonton film James Bond di bioskop. Ketika film sedang seru-serunya saya merasa sakit perut yang dashyat. Tapi karena suami tidak ingin meninggalkan film yang sedang seru-serunya jadilah saya menunggu film selesai. Ajaibnya begitu film selesai sakit perut saya juga hilang! Karena baru kehamilan pertama, saya merasa perlu periksa ke dokter. Ternyata saran dokter cuma: "Sementara jangan nonton bioskop dulu deh, mungkin bayi kamu sensitif!". Memang benar ternyata anak pertama saya ini cukup sensitif.

Tanggal kelahiran anak-anak saya cukup antik, kalau yang pertama 7 bulan 7, maka yang kedua dan ketiga lahirnya tanggal 10 bulan 10. Banyak yang mengira saya operasi, padahal sebenarnya lahir normal semua!

Yang kedua dan ketiga memang sama tanggalnya cuma beda lima menit karena mereka kembar. Tapi sebenarnya jatah kelahiran mereka itu bulan November. Hanya kali ini bukan masalah tanggal yang jadi bukti percakapan dengan janin, tapi proses kelahirannya sendiri.

Ketika itu saya sudah 5 hari di rumah sakit, menunggu paru-paru janin saya dimatangkan sambil istirahat total supaya tidak mendorong kontraksi. Kalau orang biasanya diberi infus supaya mendorong kontraksi, maka saya justru diberi infus untuk mencegah kontraksi. Maklum menurut dokter saya seharusnya menunggu minimal 2 minggu lagi.

Ketika kontraksi yang ditunda itu tidak bisa ditahan lagi, dan kondisi bukaan sudah di bukaan sepuluh (waktu untuk si bayi keluar) bayi-bayi saya rebutan ingin keluar sehingga mereka saling adu kepala. Dokter kandungan saya sudah menyerah dan memberi perintah untuk mempersiapkan kamar operasi serta meminta kehadiran dokter anastesi. Saya malah ketakutan akan resiko rasa sakit setelah operasi, belum lagi biaya operasinya akan dihitung dua anak! Aduh, satu-satunya jalan saya mencoba negosiasi dengan anak-anak saya. "Ayo, kamu yang badannya kecilan keluar duluan, kan pasti lebih gampang molos karena kecil. Dan kamu yang lebih besar mengalah dulu, biar yang kecil itu keluar duluan! Cepat ya, jangan sampai keduluan ruang operasi siap!" Setelah itu baru saya berdoa pada Tuhan supaya membantu kami. Beruntung sekali doa saya terkabul, sebelum dokter anastesi tiba,kepala bayi yang beratnya cuma 2,4 kg sudah mulai nongol. Beruntung juga bahwa ada bidan senior yang lewat dan melihat hal ini (situasi saat itu sudah mirip medan perang karena semua orang sibuk mempersiapkan kamar operasi, tidak ada yang memperhatikan saya yang pasien). Bidan ini yang berteriak meminta dokter membatalkan persiapan operasi karena bayi yang adu kepala itu sudah mulai muncul. Akhirnya bayi pertama keluar dibantu dengan alat (sehingga kepalanya sempat agak benjol selama bebarapa bulan), disusul dengan bayi kedua yang beratnya 2,6 kg. (Sekarang bayi yang tadinya lebih kecil malah sudah jauh lebih besar dari kembarannya sehingga terkadang tampak seperti kakak adik biasa saja).

Pengalaman saya bersama anak-anak saya ini memberikan sebuah bukti (walaupun mungkin tidak bisa dianggap ilmiah) betapa komunikasi dengan anak sudah bisa terjalin sejak masih di dalam kandungan. Karena itu penting bagi para calon bapak dan ibu untuk menjaga suasana emosi seorang ibu yang sedang mengandung serta mengajak sang bakal bayi untuk bercakap-cakap. Komunikasi itu sudah ada sejak ia masih janin...


Ternyata sebulan kemudian ada yang menjawab pertanyaan (dari judul artikel saya) dengan artikel burjudul "Janin Bisa Mendengar di Dalam Rahim". Ade Rima Koyansow, sang penulis, malah menyaksikan USG 4 dimensi dimana dokter memberikan permintaan kepada sang janin dan dituruti. Sepenggal dari tulisannya saya kutip:
Memang sebelumnya saya pernah membaca artikel yang berhubungan dengan masalah janin dapat mendengarkan suara ibunya. Tadinya saya pikir biasa-biasa saja.

Tapi setelah saya melihat rekaman USG 4 dimensi di mana terekam janin yang diajak bicara oleh dokter yang sedang memeriksa dan meminta janin tersebut untuk melakukan beberapa permintaan dan ternyata benar-benar direspon oleh janin tersebut.

Saya sampai terbengong-bengong saat mendengarkan perintah dokternya kepada janin tersebut dengan berbicara “ Nak, coba perlihatkan wajah cantikmu…!” Di mana sebelumnya janin tersebut hanya menunduk dan tiba-tiba menyingkirkan tangannya dan mendongakkan kepalanya. Itu perintah pertama, selanjutnya dokter berbicara “ Coba Nak tunjukkan lima jarimu …!” Dengan cepat janin tersebut meregangkan tangan yang sebelumnya dikepal dan melebarkan tangannya. Ya Tuhan… saya sungguh tidak percaya bahwa benar-benar terjadi. Di mana sebelumnya saya hanya membaca artikel saja dan tidak melihat rekaman tersebut. Untuk perintah terakhir dokter meminta untuk mengisap jempolnya sendiri “Nak, coba isap jempolmu !” dan diisaplah jempol tersebut. Lucu sekali melihatnya…


Ajaib juga rasanya mendengar bahwa sang janin sudah mengerti kosa kata dan mengerti serta memenuhi permintaan dokter tersebut. Aku sendiri tidak pernah menggunakan sarana USG 4 dimensi, jadi tidak pernah melihat keajaiban itu. Toh mendengar denyut jantungnya serta merasakan gerakan-gerakannya saja sudah terasa ajaib. Sudahkah anda berbicara dengan buah hati yang sedang bertumbuh dalam kenyamanan rahim seorang ibu?

Thursday, 3 December 2009

Anak adalah jawaban doa

Lagu "Anak" itu memang menyentuh aku, jauh sebelum aku mengenal kata pacar. Ketika mengikuti retret rohani, dalam sebuah sesi meditasi kami diperdengarkan lagu itu...lalu diminta mengingat orangtua masing-masing. Isak tangis segera muncul, mungkin rasa bersalah dan rasa rindu bercampur aduk... Maklum usia belasan adalah usia pemberontakan, jadi tidak ayal sentilan lagu itu terasa cukup berarti.

Setelah menikah arti lagu ini lebih tajam terasa. Setelah lama bimbang dan ragu, akhirnya aku menikah di usia 30 tahun, bukan usia yang muda untuk ukuran orang Indonesia. Selain doa untuk kelanggengan pernikahan itu sendiri, tidak terlupa doa untuk segera punya momongan. Menikah di awal tahun, jawaban doa datang menjelang penghujung tahun. Kalau tidak salah bulan Oktober adalah saat terakhir sel telur gugur untuk menyiapkan tempat baru bagi sel yang lebih segar. Waktu itu sempat meminta melalui doa kepada Santo Antonius dari Padua (novenanya bulan Juli kalau tidak salah) karena itu ketika anak sulungku lahir bulan Juli nama baptisnya adalah Antonius.

Ya kehadiran sang buah hati adalah jawaban dari doa-doa ayah dan bunda. Ada yang menantikannya sebentar, ada pula yang bertahun-tahun menanti...

Anak adalah keajaiban yang diberikan Tuhan. Bagaimana benih kecil yang merupakan perpaduan dari ayah dan bunda bertemu dan berkembang dalam rahim adalah sebuah misteri keajaiban yang dititipkanNya kepada orangtua.

Doa tidak selalu terkabulkan. Ketika aku masih kecil, sering kuberdoa meminta adik perempuan, tidak pernah kuperoleh. Ketika sudah menikah dan punya anak lelaki satu, kuingin menimang anak perempuan...malah mendapatkan kembar lelaki. Apapun yang diberikanNya tetap adalah keajaiban yang bertumbuh di dalam rahim seorang ibu.

Kemudian anak manis yang awalnya senantiasa disebut "malaikat kecilku" itu bertumbuh...lalu "tanduk" mulai tumbuh pula...baik di kepala sang anak, maupun di kepala sang bunda. Belum lagi masalah-masalah dalam kehidupan yang menjadikan "tanduk-tanduk" itu tumbuh lebih subur.

Kenangan manis yang ada ingin kugoreskan di dalam blog ini, agar tidak terlupakan dalam pendeknya ingatan. Untuk mengingatkan ketika "tanduk" itu mulai muncul...mereka adalah anak-anak panah titipan Ilahi! Sembari berdoa agar mampu menjadi pasangan busur yang kokoh dan mampu digunakanNya melontarkan anak panah ke sasaran yang tepat, kuingin ingatan akan malaikat kecil yang masih selalu tampak hadir ketika mereka sedang tertidur pulas hadir bersamaku.

Anak juga menjadi cermin dalam lingkaran kehidupan ini, bagaimana kita menatap diri yang bertumbuh menjadi besar dan bercermin akan sikap pribadi terhadap orang tua, menjadi jalan untuk lebih mengerti persimpangan jalan dimana kita memilih jalan yang berbeda.

Wednesday, 2 December 2009

Anak Adalah Titipan Tuhan

Saya ingin memulai menulis tentang buah hati saya. Ingin mencoba menjadikan tulisan sebagai cermin untuk menjadi busur yang kuat dan mantap, untuk mencari arah sasaran yang tepat bagi setiap anak panah. Memang Sang Pemanah yang akan mengarahkan, tapi seringkali busur menjadi keras kepala mencari sasaran sendiri...untuk bisa pasrah dan berguna ditanganNya terkadang kita membutuhkan cermin.

Anakmu bukan anakmu! (Khalil Gibran)

Anak adalah kehidupan, mereka sekedar lahir
melaluimu tetapi bukan berasal darimu.
Walaupun bersamamu tetapi bukan milikmu,
curahkan kasih sayang tetapi bukan memaksakan pikiranmu
karena mereka dikaruniai pikirannya sendiri.

Berikan rumah untuk raganya, tetapi tidak jiwanya, karena
jiwanya milik masa mendatang, yang tak bisa kau datangi
bahkan dalam mimpi sekalipun.

Bisa saja mereka mirip dirimu, tetapi jangan pernah
menuntut mereka jadi seperti sepertimu.
Sebab kehidupan itu menuju ke depan, dan
tidak tenggelam di masa lampau.

Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur.
Sang Pemanah mahatahu sasaran bidikan keabadian.
Dia menentangmu dengan kekuasaanNya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.

Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah,
Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat
Sebagaimana pula dikasihi-Nya busur yang mantap.


Sama seperti cermin dari kehidupan anak-anak saya membuat saya bercermin sebagai anak dalam bersikap terhadap orang tua saya. Ada satu lagu yang saya kenal dalam retret rohani di masa sekolah dulu yang tidak pernah terlepas dari ingatan:

Child (Freddie Aguilar) (see the video here)

When you were born into this world
Your mom and dad saw a dream fulfilled
Dream come true
The answer to their prayers

You were to them a special child
Gave 'em joy every time you smiled
Each time you cried
They're at your side to care

Child, you don't know
You'll never know how far they'd go
To give you all their love can give
To see you through and God it's true
They'd die for you, if they must, to see you live

How many seasons came and went
So many years have now been spent
For time ran fast
And now at last you're strong

Now what has gotten over you
You seem to hate your parents too
Do speak out your mind
Why do you find them wrong

Child you don't know
You'll never know how far they'd go
To give you all their love can give
To see you through and God it's true
They'd die for you, if they must, to see you live

And now your path has gone astray
Child you ain't sure what to do or say
You're so alone
No friends are on your side

And child you now break down in tears
Let them drive away your fears
Where must you go
Their arms stay open wide

Child you don't know
You'll never know how far they'd go
To give you all their love can give
To see you through and God it's true
They'd die for you, if they must, to see you live

Child you don't know
You'll never know how far they'd go
To give you all their love can give
To see you through and God it's true
They'd die for you, if they must, to see you live


Akhirnya penjelajahan saya dalam blog harus memasuki ranah yang paling pribadi, tapi saya berharap tulisan dalam blog ini bukan sekedar catatan harian sebagai seorang ibu,tetapi bisa berguna bagi ibu-ibu lainnya.