Saturday, 23 January 2010

Bayi dan bahasanya

Beberapa waktu lalu tampaknya ibu-ibu Indonesia cukup heboh dengan kehadiran Dunstan baby language, hasil temuan seorang wanita bernama Priscilla Dunstan, yang terangkat berkat acara televisi Oprah Winfrey.

Tiba-tiba ramai dibicarakan orang mengenai bahasa bayi, dan cara mempelajarinya. Berbagai macam buku dan video bisa dibeli untuk mempelajari bahasa bayi yang katanya universal itu.

Menurut saya, sebenarnya bahasa bayi tidak perlu sesusah itu dipelajari, cukup sang ibu lebih teliti menangkap tanda-tanda dari bayinya, secara otomatis "bahasa bayi" tadi jadi bermakna.

Menurut wikipedia, pengenalan bahasa bayi dari Dunstan belum teruji secara ilmiah, tetapi tampaknya secara usaha langsung dibagikan kepada pasar. Ada lima suara bayi yang menurut teori Dunstan berlaku universal yaitu:
Neh : saya lapar
Owh : saya mengantuk
Heh : saya merasa tidak nyaman
Eairh : saya kembung, banyak angin di perut
Eh : saya kembung, ingin sendawa

Unik juga bahwa Priscilla Dunstan mau berlelah-lelah mempelajari suara bayi lainnya sehingga menghasilkan teori "bahasa bayi Dunstan" yang sekarang kabarnya menjadi usaha mantan suaminya.

Anak pertama saya termasuk anak yang cerdas berbahasa (pada waktu bayi, heran juga bahwa dia sekarang tidak terlalu pandai berekspresi secara lisan maupun tulisan). Dia sangat cepat mengerti perkataan, dan memiliki ekspresi tersendiri dengan keinginannya. Terus terang saya tidak mencatat apakah ia menggunakan lima ekspresi yang disebut-sebut oleh Dunstan. Tentu saja "owh" adalah ekspresi mengantuk yang kita orang dewasa juga kenal, tapi selain itu saya kurang memperhatikannya. Mungkin juga saya perlu membuka kembali catatan harian saya untuk bayi pertama saya. Maklum anak pertama, saya masih rajin mencatat dan membuat album foto.

Ada satu bahasa bayi yang sangat khas dari anak pertama saya, sehingga lama-lama orang lain juga ikut mengenalinya..."ging", terkadang terdengar sebagai "nggingg..." yang artinya dia minta susu. Suara ini hanya khusus terdengar saat dia ingin susu. Saat lapar dan ingin makan biskuit tidak pernah terdengar kata "ging". Tapi, rasanya itu adalah satu-satunya bahasa bayinya yang kucatat.

Bagi orang lain, anak pertamaku mungkin agak terlambat bicara, paling tidak terlambat untuk ukuran pengertian orang lain. Bagi saya dan anak saya, tidak ada kesan terlambat, karena saya mengerti saja apa yang ingin dikatakannya walaupun bagi orang lain ucapannya masih termasuk ocehan bayi (babbling).

Sempat bingung juga bila dia terlambat bicara karena bingung bahasa. Maklum, sejak dalam kandungan dia sudah menjadi korban eksperimen ibunya. Dari musik Mozart, Tchaikovsky, sampai lagu Perancis Anggun C Sasmi menjadi menu harian sang janin. Buku bacaan kubacakan termasuk "Matilda" (karya Roald Dahl) yang kudengarkan kasetnya dalam bahasa Perancis. Alhasil setelah agak besar yang muncul pertama kali adalah penolakan terhadap bahasa Inggris dan bahasa Perancis. "Mama, boleh aku belajar bahasa Spanyol? Aku sudah bisa uno, dos, tres,...," demikian pintanya sambil mengeja angka dalam bahasa Spanyol dari satu, dua, tiga, hingga angka sepuluh. Sumbernya kemungkinan sekali adalah VCD Dora the Explorer yang sebenarnya kubelikan dalam bahasa Inggris, tapi memang Dora memasukkan pelajaran bahasa Spanyol dalam filmnya.

Herannya juga, anakku ini tidak termasuk anak yang suka dibacakan cerita ketika masih kecil, tapi sekarang ketika menjelang remaja tampaknya ia cukup senang membaca (walaupun bukan buku tebal seperti Harry Potter). Ia tidak cukup diam untuk dipangku dan dibacakan cerita. Sebuah buku tentang Dumbo menjadi korban robekan tangan mungilnya yang tidak bisa diam.

Yang paling menyenangkan adalah efek musik yang cukup terasa. Bila dia rewel maka musik cukup bisa menenangkannya. Meskipun dia tidak bisa diam, tetapi dia cukup mampu untuk ditinggal bermain sendirian di dalam tempat bermain yang khusus dibuatkan untuknya.

Ketika awal memasuki masa bicara (walaupun dianggap belum jelas) dia kesulitan mengucapkan awalan. Setiap kata merupakan perulangan kata. Jadilah mama dan oma, serta papa dan opa hanya berbunyi "Ma-ma" dan "Pa-pa". Karena papanya agak jarang berada bersamaan dengan opa, maka kata "opa" menjadi "papa" tidak terlalu bermasalah, sementara untuk membedakan antara mama dan oma perlu sebuah kiat khusus. Jadilah ia diperkenalkan dengan panggilan "nenek" yang juga mirip dengan perulangan "ne-ne". Dan akhirnya semua generasi cucu memanggil ibuku dengan sebutan "nenek", sementara sang kakek tetap mendapat panggilan "opa".

Kembali ke soal bahasa bayi...Menurut saya, tidak perlu secara khusus mempelajari bahasa bayi, entah benar-benar universal atau tidak, yang perlu adalah mempelajari bahasa bayi yang dikeluarkan bayi kita sendiri. Catat saja setiap kali ia mengeluarkan perkataan yang tampaknya bermakna atau berulang. Awalnya saya pikir kata "ging" itu timbul karena adanya respon terhadap keinginannya, sehingga "kata" tersebut dibakukan dalam perbendaharaan bahasa bayinya.

Pada si kembar terus terang agak sulit bagi saya untuk mengenali bahasa bayi mereka. Mungkin kelelahan fisik, ditambah usia yang tidak terlalu muda lagi (35 tahun) apalagi setiap malam harus mengurus dua bayi seorang diri, membuat kepekaan dan kesabaranku untuk mengenali bahasa mereka agak kurang.

Tapi, sepandai apapun saya mengenali suara bayi tetap saja ketika mereka rewel karena sakit biasanya saya juga menjadi serba salah, dan lebih sering salah mengartikan keinginan mereka sehingga berakhir dengan tangisan yang semakin keras.

No comments:

Post a Comment